Transfer Belajar dan Lupa dalam Pembelajaran



Transfer Belajar dan Lupa dalam Pembelajaran

Pendahuluan
            Dalam proses pendidikan transfer belajar merupakan hal yang sangat penting guna meningkatkan kemampuan anak didik dalam proses pembelajaran. Karena transfer belajar mengandung arti pemindahan keterampilan hasil belajar dari satu situasi ke situasi lainnya. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam proses ini ada hambatan yang menghalangi yakni lupa.
            Makalah ini mencoba menerangkan tentang lupa dan kiat-kiat menghindarinya guna memperlancar proses pembelajaran peserta didik.

A.    Transfer Belajar
1.      Pengertian Transfer Belajar
            Menurut L. D. Crow and A. Crow transfer latihan/belajar adalah pemindahan-pemindahan kebiasaan berfikir, perasaan atau pekerjaan, ilmu pengetahuan atau keterampilan, dari suatu pekerjaan keadaan belajar ke keadaan belajar yang lain.[1]
            Transfer belajar mengandung arti pemindahan keterampilan hasil belajar dari satu situasi ke situasi lainnya. Kata pemindahan keterampilan yang disini tidak berkonotasi hilangnya keterampilan melakukan sesuatu pada masa lalu, karena diganti dengan keterampilan baru pada masa sekarang. Oleh sebab itu, definisi diatas harus dipahami sebagai pemindahan pengaruh atau pengaruh keterampilan melakukan sesuatu terhadap tercapainya keterampilan melakukan keterampilan lainnnya.[2]
2.      Teori-Teori Transfer Belajar
            Secara umum para ahli berpendapat bahwa trasfer dalam belajar itu bisa terjadi, akan tetapi, apa yang sebenarnya hakekat trasfer itu dan bagaimana dalam belajar, Para ahli berbeda pendirian. Yang secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga teori yaitu:
a.       Teori Disiplin Formal/Ilmu Jiwa Daya
      Bertitik tolak dari anggapan bahwa jiwa manusia terdiri dari berbagai daya seperti daya ingat dan daya pikir, maka mereka beranggapan bahwa transfer belajar hanya dapat terjadi bila “diperkuat” dan “didisiplinkan” dengan latihan-latihan yang keras dan terus menerus. Setelah daya-daya tersebut terlatih maka akan mudah terjadi transfer secara otomatis ke bidang-bidang lain.
b.      Teori Elemen Identik/Ilmu Jiwa Asosiasi
      William James dan Edward Thorndike tidak sependapat dengan pandangan para ahli jiwa daya, kedua tokoh ini lalu mengkritik antara lain sebagai berikut:
1)      Daya ingat tidak dapat diperkuat melalui latihan.
2)      Pelajaran bahasa Latin misalnya, tidak dapat menaikan IQ.
3)      Ilmu-ilmu dalam bidang tertentu (bila ditunjuk dengan istilah Ilmu Jiwa Daya mereka telah terlatih) ternyata lemah dan tidak mampu mengamati dan menganalisis dalam bidang-bidang lain, ini berarti tranfer secara oomatis tidak terjadi. Kemudian kelompok asosiasi ini berpendapat bahwa transfer hanya akan terjadi bila dalam situasi yang baru terdapat unsur-unsur yang sama (identical elements) dengan situasi terdahulu yang telah dipelajari. Misalnya, individu yang telah lihai naik sepeda motor honda, ia tidak akan mengalami kesulitan bila mengendarai motor merk suzuki, karena sepeda motor ini mempunyai banyak unsur yang sama, maka bila sekolah menghendaki terjadinya transfer, bahan-bahan pelajaran harus dan mempunyai unsur-unsur kesamaan dengan kehidupan masyarakat.
c.       Teori Generalisasi
      Peletak pandangan ini adalah Charles Judd, ia beranggapan bahwa transfer bisa terjadi bila situasi baru dan situasi lama telah dipelajari mempunyai kesamaan prinsip, pola atau struktur, tidak kesamaan unsur-unsur. Seseorang memahami prinsip demokrasi akan mampu mengamalkan dalam situasi yang berbeda, demikian pula prinsip ekonomi, hukum, pendidikan dan lain-lain. Ketiga teori diatas, sampai sekarang masih menunjukkan kebenaran, kemampuan berfikir logis sistematis, ternyata cukup membantu dibidang-bidang lain (Ilmu Jiwa Daya). Unsur-unsur yang sama atau pola-pola yang mirip bila dipahami betul orangpun tertolong dalam menghadapi situasi yang sama sekali baru (elemen identik dan generasi).[3]
3.      Ragam Transfer Belajar
            Meneurut Gagne seorang Education Psychologist (pakar psikolog pendidikan) yang masyhur, transfer dalam belajar dalam digolongkan ke dalam empat kategori, yaitu :
a.       Transfer Positif
      Terjadi apabila keterampilan yang telah dikuasainya bisa mempermudah untuk menguasai keterampilan yang sedang atau akan dikuasai.
b.      Transfer Negatif
      Transfer ini dapat dialami oleh seorang siswa apabila ia belajar dalam situasi tertentu yang memiliki pengaruh merusak terhadap keterampilan/ pengetahuan yang dipelajari dalam situasi-situasi lainnya.
c.       Transfer Vertikal
      Terjadi apabila pelajaran yang telah dpelajari dalam situasi tertentu membantu siswa tersebut dalam menguasai pengetahuan atau keterampilan yang lebih tinggi/ rumit.
d.      Transfer Lateral
      Transfer ini dapat rterjadi dalam diri seorang siswa apabila ia mampu menggunakan materi yang telah dipelajarinya untuk mempelajari yang sama kerumitannya dalam situasi yang lain.[4]
B.     Lupa
1.      Pengertian Lupa
            Lupa (forgetting) adalah hilangnya kemampuan untuk menyebutkan atau memunculkan kembali apa-apa yang telah kita pelajari
            Gulo dan Reber mendefinisikan lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami. Dengan demikian, tidak berarti apa yang sudah kita pelajari akan hilang, hanya saja informasi tersebut terlalu lemah untuk ditimbulkan kembali.[5]
2.      Faktor-faktor Penyebab Lupa
            Menurut Ngalim Purwanto ada beberapa hal yang dapat menyebabkan seseorang lupa terhadap sesuatu yang pernah dialami, antara lan sebagai berikut:
a.       Karena apa yang dialami itu tidak pernah digunakan lagi atau tidak pernah dilatih/ diingat lag.
b.      Adanya hambatan yang terjadi karena gejala/ isi jiwa yang lain.
c.       Karena represi/ tekanan, tanggapan, isi jiwa yang lain ditekan ke alam bawah sadar.
            Sedangkan menurut Muhibbin Syah mengatakan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan lupa antara lain:
a.       Lupa karena perubahan situasi lingkungan
      Lupa dapat terjadi pada anak didik karena adanya perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar di sekolah dengan waktu mengingat kembali d luar sekolah.
b.      Karena perubahan sikap dan minat
      Perubahan sikap dan minat anak didik terhadap proses dan situasi belajar bisa menyebabkan lupa.
c.       Karena perubahan urat saraf otak
      Anak didik yang terserang penyakiit tertentu, keracunan, kecanduan alkohol, gagar otak akan kehilangan ingatan atas informasi-informasi berupa kesan-kesan yang ada dalam memori otaknya.
d.      Lupa karena kerusakan informasi sebelum masuk ke memori
      Lupa dapat dialami seorang anak bila informasi yang ia serap rusak sebelum masuk ke memori otak.[6]
3.      Kiat-kiat Mengurangi Lupa
            Kiat terbaik mengurangi lupa adalah dengan cara meningkatkan daya ingat akal anak didik.
            Menurut Barlow, Reber, dan Anderson, kiat-kiat tersebut adalah sebagai berikut.
a.       Overlearning
      Overlearning artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan dasar atas materi pelajaran tertentu.
b.      Extra Study Time
      Extra Study Time adalah upaya penambahan alokasi waktu belajar atau penambahan frekuensi ( kekerapan ) waktu aktivitas belajar.
c.       Mnemonic Device
      Muslihat memori atau mnemonic device yang lebih sering disebut mnemonic saja berarti kiat-kiat khusus yang biasa dijadikan “alat pengait” mental untuk memasukkan item-item informasi kedalam memori siswa. Ragam mnemonic ini banyak ragamnya tetapi yang paling menonjol adalah sebagai berikut.
1)      Rima ( Rhyme ), yaitu sajak yang dibuat sedemikian rupa yang isinya terdiri atas kata dan istilah yang harus diingat siswa.
2)      Singkatan, yakni terdiri dari huruf-huruf awal nama atau istilah yang harus diingat siswa.
3)      Sistem kata pasak (peg word system), yakni sejenis teknik mnemonik yang menggunakan komponen-komponen yang sebelumnya telah dikuasai sebagai pasak (paku) pengait memeori baru.
4)      Model Losal (Method of Loci), yaitu kiat mnemonik yang menggunakan tempat-tempat khusus dan terkenal sebagai sarana penempatan kata dan istilah tertentu yang harus diingat siswa.
5)      Sistem Kata Kunci (Key Word System), Sistem ini biasanya direkayasa secara khusus untuk mempelajari kata dan istilah asing.
d.      Pengelompokan Maksud
      kiat pengelompokan (Clustering) adalah menata ulang item-item materi menjadi kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih logis dalam arti bahwa item-item tersebut memiliki signifikansi dan lafal yang sama atau sangat mirip. Penataan atau pengelompokan ini direkayasa sedemikian rupa dalam bentuk daftar-daftar item.
e.       Latihan Terbagi atau Distributed Practice
      Dalam latihan ini anak didik melakukan latihan-latihan dengan alokasi waktu yang pendek dan dipisah-pisahkan di antara waktu-waktu istirahat. Upaya ini dilakukan untuk menghindari cramming, yakni belajar banyak materi secara tergesa-gesa dalam waktu singkat.[7]

Penutup
            Transfer belajar mengandung arti pemindahan keterampilan hasil belajar dari satu situasi ke situasi lainnya. Kata pemindahan keterampilan yang disini tidak berkonotasi hilangnya keterampilan melakukan sesuatu pada masa lalu, karena diganti dengan keterampilan baru pada masa sekarang. Oleh sebab itu, definisi diatas harus dipahami sebagai pemindahan pengaruh atau pengaruh keterampilan melakukan sesuatu terhadap tercapainya keterampilan melakukan keterampilan lainnnya.
            Lupa (forgetting) adalah hilangnya kemampuan untuk menyebutkan atau memunculkan kembali apa-apa yang telah kita pelajari
            Gulo dan Reber mendefinisikan lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami. Dengan demikian, tidak berarti apa yang sudah kita pelajari akan hilang, hanya saja informasi tersebut terlalu lemah untuk ditimbulkan kembali.

Daftar Pustaka
Mustaqim. 2008. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Islamuddin, Haryu. 2012. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Abror, Abd. Rachman. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Tiara Wacana
Rohmah, Noer. 2012. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Sukses Offset
Khodijah, Nyayu. 2014. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Grafindo Persada


[1] Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta, Pustaka Belajar : 2008), hlm. 64
[2] Haryu Islamuddin, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta, Pustaka Belajar : 2012), hlm. 207
[3] Abd. Rachman Abror, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta, Tiara Wacana: 1993). Hlm. 94-96
[4] Noer Rohmah, Psikologi Pendidikan, (yogyakarta: Sukses Offset, 2012), hlm. 289-291
[5] Nyayu Khodijah, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2014), hlm. 127
[6] Noer Rohmah, Op. Cit. hlm. 277-279
[7] Noer Rohmah, Op. Cit. hlm. 279-282

No comments:

Post a Comment