Pengantar
Umum Metodologi Penelitian
Manusia diciptakan di dunia ini
tidak terlepas dari masalah yang harus dihadapi. Kekurangmampuan manusia tidak
jarang menghambat kehidupan mereka dan memaksa manusia untuk mencari jawaban
dari masalah tersebut.
Ada beberapa cara yang bisa
dilakukan untuk mencari jawaban tersebut baik melalui hal yang bersifat ilmiah
seperti penelitian, maupun melalui hal yang bersifat non-ilmiah.
Selain itu, makalah ini juga
berusaha menyajikan dan membahas bagaimana cara berpikir dengan penalaran
deduktif dan juga dengan penalaran induktif. Serta tugas-tugas dari ilmu
pengetahuan dan penelitian yang dinilai mampu memberikan jawaban atas
permasalah yang dialami oleh setiap manusia.
A. Manusia dan Masalahnya
Manusia
adalah makhluk hidup dan menghidupkan diri, yang mampu berpikir dan menalar.
Sebagai makhluk ia mampu hidup dan memperbaiki, serta meningkatkan kehidupannya sesuai
dengan tuntutan, perubahan, kemajuan zaman. Melanjutkan kehidupan bukan berarti hidup sebagaimana adanya, alami, dan
tidak berkembang, melainkan ia harus mampu memberi warna dan arti serta nuansa
tersendiri pada kehidupannya. Mereka harus bertindak cepat dan tepat serta
hidup lebih baik
dari yang sebelumnya. Untuk itu, diperlukan wawasan dan pengetahuan, kemampuan,
dan keterampilan yang cukup handal serta
sikap terbuka dan positif
terhadap perkembangan, perubahan, dan pembaruan.
Tantangan
dan tuntutan masyarakat yang bertambah komplek di lingkungannya membuat manusia
tidak terbebas dari berbagai masalah. Sering terjadi jurang (gap) antara apa yang diharapkan dan
realitas dalam masyarakat, atau antara apa yang seharusnya dan apa yang ada
dalam masyarakat. Masalah itu berbeda pada setiap manusia dalam kehidupannya,
dan sangat tergantung pada kekuatan, kelemahan, ambisi, serta kompleksitas
hidup yang dilalui seseorang.
Timbulnya
masalah itu berkaitan erat dengan kekurangmampuan menyesuaikan diri, mengatasi
atau menguasai lingkungan sekitarnya karena kekurangan atau keterbatasan
informasi atau fakta yang ada dan cara mengatasinya.
Adapun
individu yang mau dan mampu memecahkan masalah, berpengatahuan luas, mampu
menalar, berpikir logis, dan analitis serta siap mengambil keputusan, dan
menanggung resiko, akan selalu membaca nuansa zaman dan lingkungannya dan tidak
akan membiarkan masalah menumpuk dan tidak terselesaikan.[1]
B. Pendekatan untuk memperoleh kebenaran
1. Pendekatan Non-ilmiah
a. Akal sehat
Sax
menyatakan: akal sehat dapat ditinjau dari dua sudut pandangan yaitu sebagai
suatau cara untuk menjustifikasi kepercayaan/
ide
untuk lebih mengerti ide yang lebih dulu. Ini berarti akal sehat merupakan
latihan pikiran (exercise mind). Di samping itu akal sehat merupakan
salah satu cara untuk menerima dan memverifikasi
pengetahuan pada umumnya.[2]
Menurut Conant, seperti dikutip oleh Kerlinger (1973, 3), menyatakan bahwa
akal sehat merupakan serangkaian konsep dan bagan konsep yang memuaskan untuk
menggunaan praktis bagi kemanusiaan. Konsep adalah pernyataan abstraksi yang digeneralisasikan
dari hal-hal yang khusus. Bagan
konsep adalah seperangkap konsep yang dirangkaikan dengan dalil-dalil hipotesis
dan teori. Walaupun akal sehat berupa konsep dan bagan konsep itu dapat
menujukan hal yang benar, namun dapat menyesatkan.[3] Contoh pada abad ke-19 menurut akal sehat yang diyakini
oleh banyak pendidik, hukuman adalah alat utama dalam pendidikan. Namun hal ini
terbantah oleh penelitian ilmiah yang menyatakan bahwa hukuman bukanlah alat
utama dalam pendidikan, melainkan ganjaran.[4]
b. Pendapat Otoritas Ilmiah Seseorang
Otoritas ilmiah didapat seseorang berdasarkan
otoritas yang dimiliki seseorang melalui pendidikan formal. Ini berarti belum
tentu semuanya benar,
karena yang mereka
dapat bukanlah berdasarkan penelitian melainkan bertumpuh pada pemikiran logis.[5]
pendapat mereka sering diterima
tanpa diuji, karena dipandang benar.[6]
Ada empat kreteria yang dapat digunakan untuk menentukan seseorang mempunyai
otoritas ilmiah yaitu Pertama, individual itu di kenal
sebagai anggota dari profesi dalam kewenangan
yang dipersoalkan; Kedua,
individu yang dimaksud dapat diidentifikasikan dengan jelas; Ketiga, yang
menilai otoritas itu adalah kehidupan dalam masyarakan atau selama kehidupan; Keempat, otoritas
itu tidak bisa, artinya dalam keadaan yang bagaimana rasional atau pemikiran
yang diberikan sesuai dengan
yang sebenarnya. [7]
c.
Intuisi
Cara ini juga sering digunakan dan dilakukan seseorang dalam
memecahkan suatau masalah atau memecahkan suatu kesulitan. Seseorang menentukan
suatu pendapat atau keputusan sesuai dan/ atau berdasarkan sesuatu yang didapat
dengan cepat melalui proses yang tidak disadari atau sesuatu yang tidak dipikirkan
terlebih dahulu, atau tanpa melalui langkah-langkah
tertentu.[8]
d.
Prasangka
Pencapaian pengetahuan secara akal sehat dinamai oleh
kepentingan orang yang melakukan. Hal itu menyebabkan akal sehat mudah berubah
menjadi prasangka. Orang mengendalikan keadaan yang juga dapat terjadi pada
keadaan lain. Ia cenderung melihat hubungan antara dua hal sebagai hubungan
sebab akibat yang langsung sederhana. Dengan akal sehat orang cenderung ke arah
pembuatan generalisasi yang terlalu, yang lalu merupakan prasangka.[9]
e.
Trial
and Error
Penemuan secara kebetulan banyak terjadi, banyak antaranya yang
sangat berguna. Penemuan secara kebetulan diperoleh tanpa rencana, tidak pasti,
serta tidak melalui langkah-langkah
yang sistematik dan terkendali.[10]
Cara ini sering dipergunakan walaupun kurang efisien, tidak
sistematis dan tidak terkontrol. Dalam pelaksanaanya, seseorang yang
menggunakan cara ini tidak menggunakan pola dan langkah-langkah baku yang harus
diikuti secara teratur apabila kita ingin memecahkan suatu kesulitan atau
masalah, maka orang itu langsung mencoba dan pada akhirnya menemukan sesuatu.
Apabila ia belum menemukan, maka ia akan mencoba lagi, mencoba lagi, dan
seterusnya.
Oleh karena itu, sangat sulit digunakan untuk dapat memecahkan
masalah secara tuntas
dan dalam waktu yang relatif pendek. Tidak ada langkah yang teratur, tidak ada
kendali yang dapat digunakan, dan waktu yang digunakan sangat banyak karena
harus mencoba, mencoba dan mencoba lagi sampai menemukan cara yang tepat untuk
memecahkan sesuatu atau menemukan jalan yang benar dalam menghampiri sesuatu.[11]
2.
Pendekatan
Ilmiah
Pengetahuan dan kebenaran yang
didapat melalui pendekatan ilmiah dengan menggunakan penelitian atau
penyelidikan sebagai wahana, serta berpijak pada teori tertentu yang berkembeng
berdasarkan penelitian secara empiris sebelumnya akan mempunyai kekuatan yang
sangat berarti dalam perkembengan ilmu pengetahuan.[12]
Teori itu dapat diuji dalam keajegan
dan kejituan internalnya. Artinya jika penilitian ulang dilakukan menurut
langkah-langkah serupa pada kondisi yang sama akan diperoleh yang ajeg.
Pendekatan ilmiah akan menghasilkan kesimpulan serupa bagi hampir setiap orang.
Karena pendekatan tersebut tidak diwarnai
oleh keyakinan pribadi maupun perasaan. Cara penyimpulannya obyektif bukan
subyektif.[13]
Frankel dan Wallen (1993),
menyatakan bahwa ada lima langkah umum dalam berpikir secara ilmiah, yaitu identifikasi masalah;
merumuskan masalah;
memformulasikan hipotesis; memproyeksikan
konsekuen/ sebab akibat yang akan terjadi;
dan melakukan pengujian hipotesis.[14]
Umumnya, suatu kebenaran ilmiah dapat
diterima dikarenakan oleh tiga hal, antara lain:
a. Koheren, yakni suatu pernyataan dianggap benar jika pernyataan
tersebut koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
b. Koresponden, yakni suatu pernyataan
dianggap benar, jika materi pengetahuan yang terkandung dalam pernyataan
terebut berhubungan atau mempunyai korespondensi dengan onjek yang dituju oleh
pernyataan tersebut.
c. Pragmatis, yakni kebenaran juga dipercaya karena adanya
sifat pragmatis. Dengan perkataan lain, pernyataan dipercayai benar karena
pernyataan tersebut mempunyai sifat fungsional dalam kehidupan praktis.[15]
C. Berpikir Deduktif dan Berpikir Induktif
1. Berpikir Deduktif
Deduksi
berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum.[16] Cara bepikir ini dimulai dengan teori, dan diakhiri
dengan fenomena atau hal khusus. Dari pengetahuan yang bersifat umum itu
barulah kita menilai kejadian-kejadian yang bersifat khusus. Pengambilan
keputusan yang bersifat deduksi disebut dengan silogisme atau dalam bahasa
Indonesia disebut konklusi.
Kebenaran penalaran
atau kesimpulan yang diambil berdasarkan deduksi ini sangat bergantung pada
kebenaran premis yang dikemukakan. Apabila premis salah maka konklusi yang
diambil juga akan salah. Di samping itu kebenaran kesimpulan melalui deduksi
ini juga akan ditentukan oleh cara pengambilan konklusinya.[17]
Adapun bentuk atau macam-macam penalaran deduktif adalah
sebagai berikut.
a.
Silogisme; adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif.
Silogisme disusun dari dua proposi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan).
Dengan fakta lain bahwa silogisme adalah rangkaian 3 buah pendapat, yang
terdiri dari 2 pendapat dan 1 kesimpulan.
b.
Entimen; Entimen adalah penalaran deduksi secara langsung. Dan dapat
dikatakan pula silogisme premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena
sudah sama-sama diketahui.[18]
- Berpikir Induktif
Induksi
adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa
khusus untuk menentukan hukum yang umum. Induksi merupakan cara berpikir dimana
ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat
individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan
pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam
menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
Berpikir
induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari
hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki
berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari
metode berpikir induktif.[19]
Kesimpulan yang diperoleh melalui penalaran induktif dipakai sebagai premis
mayor dalam penalaran deduktif. Sintesis antara keduanya merupakan metode
penilitian yang ilmiah.[20]
D.
Tugas-tugas Ilmu Pengetahuan dan Penelitian
Karena ilmu dan penelitian adalah hal yang
tidak bisa dipisahkan, maka tugas ilmu dan penelitian dapat dikatakan identik.
Adapun tugas-tugas ilmu dan penelitian adalah sebagai berikut.
1. Tugas mencandra atau mengadakan deskripsi. Ilmu dan
penelitian bertugas menggambarkan secara cermat dan jelas hal-hal yang
dipersoalkannya.
2. Tugas menerangkan. Ilmu dan penelitian bertugas
menerangkan kondisi-kondisi yang mendasari terjadinya peristiwa-peristiwa.
3. Tugas menyusun teori. Ilmu dan penelitian bertugas
mencari dan merumuskan hukum-hukum atau tata mengenai hubungan antara kondisi
yang satu dengan kondisi yang lain atau hubungan antara satu peristiwa dengan
peristiwa lain.
4. Tugas prediksi. Ilmu penelitian membuat prediksi (ramalan)
dan proyeksi mengenai peristiwa yang bakal terjadi atau gejala-gejala yang
bakal muncul.
5. Tugas pengendalian. Ilmu dan penelitian juga bertugas
melakukan tindakan-tindakan guna mengendalikan peristiwa-peristiwa atau
gejala-gejala.[21]
Penutup
Tantangan dan tuntutan masyarakat yang
bertambah komplek di lingkungannya membuat manusia tidak terbebas dari berbagai
masalah. Sering terjadi jurang (gap)
antara apa yang diharapkan dan realitas dalam masyarakat, atau antara apa yang
seharusnya dan apa yang ada dalam masyarakat. Masalah itu berbeda pada setiap manusia
dalam kehidupannya, dan sangat tergantung pada kekuatan, kelemahan, ambisi,
serta kompleksitas hidup yang dilalui seseorang.
Timbulnya
masalah itu berkaitan erat dengan kekurangmampuan menyesuaikan diri, mengatasi
atau menguasai lingkungan sekitarnya karena kekurangan atau keterbatasan
informasi atau fakta yang ada dan cara mengatasinya.
Dari
hal ini manusia berusaha mencari kebenaran baik dengan cara yang ilmiah maupun
dengan cara yang non-ilmiah.
Daftar Pustaka
Fathoni, Abdurrahmat. 2011. Metodologi Penelitian dan Teknik
Penyusunan Skripsi. Jakarta:
Rineka Cipta
Media File :
http://ramadhanahmad96.blogspot.co.id/2015/10/penulisan-ilmiah- berpikir-induktif-dan.html diakses pada Ahad,
14 Februari 2016 pukul 13.22
Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi. 2013. Metodologi Penelitian.
Jakarta : Bumi Aksara
Nazir, Moh. 2014. Metode Penelitian. Bogor: Penerbit Ghalia
Indonesia
Sangadji, Etta Mamang dan Sopiah. 2010. Metode Penelitian: Pendekatan
Praktis dalam Penelitian Yogyakarta:
CV. Andi Offset
Suryabrata, Sumadi. 1997. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada
Yusuf, A. Muri. 2014. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan
Penelitian Gabungan. Jakarta:
Fajar Inter Pratama Mandiri
[1] A. Muri Yusuf, Metode Penelitian:
Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan, (Jakarta, Fajar Inter
Pratama Mandiri: 2014) hlm, 8-9
[5] Op cit,
A. Muri Yusuf, hal,13.
[7] Op cit,
A. Muri Yusuf, hal, 13-14.
[8] Op cit,
A. Muri Yusuf, hal,14.
[11] Op cit,
A. Muri Yusuf, hal,15.
[12] Op.
Cit., A. Muri Yusuf, hlm. 15
[13] Op.
Cit., Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, hlm. 17
[14] Op.
Cit., A. Muri Yusuf, hlm. 15
[15] Moh.
Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2014), hlm.
6-7
[16]
http://ramadhanahmad96.blogspot.co.id/2015/10/penulisan-ilmiah-berpikir-induktif-dan.html
diakses pada Ahad, 14 Februari 2016 pukul 13.22
[17] Op.
Cit., A. Muri Yusuf, hlm. 18
[18]
http://ramadhanahmad96.blogspot.co.id/2015/10/penulisan-ilmiah-berpikir-induktif-dan.html
diakses pada Ahad, 14 Februari 2016 pukul 13.22
[19]
http://ramadhanahmad96.blogspot.co.id/2015/10/penulisan-ilmiah-berpikir-induktif-dan.html
[20] Etta Mamang Sangadji dan Sopiah, Metode Penelitian:
Pendekatan Praktis dalam Penelitian, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2010), hlm.
6
[21] Abdurrahmat
Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2011)
No comments:
Post a Comment