Muhammad Sang Educationist



Muhammad Sang Educationist
Pendahuluan
            Kajian tentang profil Rasulullah SAW sebagai pendidik ideal merupakan kajian yang sangat urden untuk dikaji, disebabkan karena posisi pendidik dalam pengelolaan dan pengembangan pendidikan berada di garda terdepan. Untuk mewujudkan pendidik profesional berdasarkan islam, perlu melihat sisi kehidupan Rasulullah SAW karena hakikatnya Rasulullah diutus ke muka bumi ini adalah sebagai uswat al-hasanat dan rahmat lil-‘alamin, dan semua sunnah Rasul yang menjadi panduannya adalah Al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan aspek kehidupan manusia dalam bidang pendidikan. Keberadaannya merupakan sumber konsep pendidikan yang kebenarannya direkomendasikan Allah SWT.
            Dalam Islam, Rasulullah SAW adalah pendidik utama dalam dunia pendidikan islam. Hasil pendidikan islam periode Rasulullah terlihat dari kemampuan murid-muridnya (para sahabat) yang luar biasa. Kemudian, murid dari para sahabat Rasulullah di kemudian hari, tabi-tabi’in, banyak yang menjadi ahli dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan-sains, teknologi, astronomi, filsafat yang menghantarkan Islam ke depan pintu gerbang zaman keemasan terutama pada fase awal dinasti Abbasiyah.








A.    Nabi Sebagai Pendidik Yang Agung
      Menurut konsep pendidikan, tugas seorang pendidik ada tiga macam: pertama, mentransferkan ilmu (transfer of knowledge); kedua, mentransferkan nilai-nilai (transfer of value); dan ketiga, mentransferkan keterampilan (transfer of Skill). Rasulullah telah melakukan tiga hal ini. Beliau menyampaikan wahyu yang berisikan infoemasi dan ilmu kepada para sahabatnya, beliau juga menanmkan nilai-nilai yang baik dan positif, seperti nilai-nilai akidah dan akhlak yang mulia. Beliau juga telah mentransferkan ketrampilkan dalam bentuk perilaku baik yang berkenaan dengan aktifitas ibadah maupun akhlak. Dengan demikian Rasulullah itu adalah seorang pendidik.
      Selain itu, seorang pendidik adalah orang yang dapat dijadikan panutan dan contoh. Berekenaan dengan itu, Rasulullah adalah orang yang telah terbukti dapat dijadikan contoh. Hal ini diungkapkan Allah dalam al-Qur’an :
      Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu. (QS. Al-Ahzab :21).[1]
      Di kalangan kaum Muslim, Nabi Muhammad dikenal luas sebagai seorang pendidik. Untuk dapat dipahami secara lebih baik Prof. Dr. James E. Royster dari Clavelan State University telah membahas kesan-kesan kaum muslim terhadap Nabi mereka.
      Dalam pengantarnya, dia menyatakan bahwa mungkin tidak ada seorang pun dalam sejarah manusia yang lebih banyak diikuti daripada Nabinya kaum Muslimin (Muhammad). Kenyataan yang sering kali dilupakan oleh ilmuwan-ilmuwan nonmuslim ini, harus dipahami dalam rangka menilai secara tepat pengaruh Nabi Muhammad di antara mereka yang mengakuinya sebagai seorang Nabi. Bagi Royster, Nabi Muhammad telah mengajarkan kebenaran dengan ucapan dan mengamalkan kebenaran itu dalam kehidupannya.
      Kutipan Royster yang diambil dari Muhammad as a Teacher and Exemplar, The Muslim World, 68, No. 4 (1978), menunjukkan bahwa Muhammad sebagai seorang guru tidak hanya bagi masanya saja, namun juga bagi seluruh kaum muslim pada masa sekarang. Dengan kata lain, sang Guru itu adalah Nabi Muhammad dan murid-muridnya adalah seluruh kaum muslim di dunia islam.[2]
B.     Karakteristik Pendidikan Nabi
      Karakteristik Pendidikan Nabi meliputi dua hal, yakni Lembaga Pendidikan Nabi dan Metode Pengajaran atau Pendidikan Nabi.
1.      Lembaga Pendidikan Nabi
            Lembaga Pendidikan pada fase Makkah, ada dua macam tempat atau lembaga pendidikan, yakni Rumah al-Arqam dan Kuttab.[3] Sebelum pendirian masjid, rumah Al-Arqam diputuskan menjadi pusat aktifitas bagi agama baru ini (Islam), dan di sanalah Nabi menjelaskan doktrin-doktrin keimanan.[4] Rumah Al-Arqam itulah lembaga pendidikan islam yang pertama dalam sejarah pendidikan islam. Bekas rumah itu masih dikenal sampai sekarang di Makkah. Di tempat itu pula Nabi terbiasa menerima tamu dan orang-orang yang hendak memeluk agama islam atau menanyakan hal-hal yang bersangkutan dengan agama islam. Bahkan di sanalah beliau bersembahyang bersama sahabat-sahabatnya.[5]
            Adapun lembaga pendidikan yang kedua, Kuttab, telah dikenal di kalangan bangsa arab pra-islam. Ahmad Syalaby mengatakan bahwa kuttab sebagai lembaga pendidikan terbagi dua, yaitu: Pertama, kuttab berfungsi sebagai berfungsi sebagai tempat yang mengajarkan baca tulis dengan teks dasar puisi-puisi Arab, dan sebagian besar gurunya adalah nonmuslim. Kedua, sebagai pengajaran al-Qur’an dan dasar-dasar agama Islam. Pengajaran teks al-Qur’an pada jenis kuttab yang kedua ini, setelah qurraa’ dan huffazh telah banyak. Guru yang mengajarkannya adalah dari umat islam sendiri. Jenis institusi kedua ini merupakan lanjutan dari kuttab tingkat pertama, setelah siswa mampu memiliki kemampuan baca tulis. Sementara kuttab yang didirikan oleh orang-orang yang lebih mapan kehidupannya, materi tambahannya adalah menunggang kuda dan berenang. Eksistensi Kuttab sebagai lembaga pendidikan pun tetap dimanfaatkan pada masa Nabi setelah hijrah ke Madinah. Bahkan materi penyajiannya lebih dikembangkan seiring dengan semakin banyaknya wahyu yang diterima Rasulullah.[6]
2.      Metode Pengajaran Nabi
            Untuk menciptakan suasana kondusif dan menyenangkan dalam mengajar para sahabatnya, Rasulullah menggunakan bermacam metode. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan kebosanan dan kejenuhan siswa. Di antara metode yang diterapkan Rasulullah adalah (1) metode ceramah; (2) dialog, misalnya dialog Rasulullah dangan Mu’adz bin Jabal ketika Mu’adz akan diutus sebagai kadi ke negeri Yaman; (3) diskusi atau tanya jawab, sering sahabat bertanya kepada Rasulullah tantang suatu hukum dan Rasulullah menjawabnya; (4) metode diskusi, misalnya diskusi antara Rasulullah dengan para sahabatnya tentang hukuman yang akan diberikan kepada tawanan perang badar; (5) metode demonstrasi, misalnya Hadis Rasulullah ”Sembayanglah kamu sebagaimana kamu melihat aku sembahyang”.[7]
C.     Al-Qur’an: Landasan Filosofis Pendidikan Nabi
      Adapun landasan filosofis pendidikan Nabi menurut al-Qur’an meliputi:
1.      Al-Qur’an dan Pendidikan Akal
            Al-Qur’an mengajak kepada pendidikan akal dan mengembangkannya dengan menggunakan media pendidikan yang beraneka macam yang dapat meningkatkan cara yang benar dan matang. Orang yang dapat memahami ayat-ayat apapun (dalam Al-Qur’an) akan menemukan lebih dari 300 ayat yang mengajak kita untuk mempergunakan akal, dan mendorongnya kepada usaha memahami makna yang hak, baik, dan proporsional.
2.      Al-Qur’an dan Kebebasan Manusia
            Al-Qur’an mengakui hak-hak manusia dan mengajak agar hak-hak itu dinikmati sepanjang tidak membahayakan orang lain, baik bagi orang yang menikmatinya, maupun bagi agama dan tanah air, di antaranya dikenal sebagai kebebasan berkeyakinan yang senada dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 256. Di samping itu ada kebebasan berpendapat dan berbicara, seperti yang Rasulullah tunjukkan saat membuat keputusan dan bermusyawarah kepada para sahabat, serta kebebasan bertindak dan kebebasan membelanjakan harta miliknya dan segala sesuatu yang berkaitan antara hak dan kewajiban manusia.
            Penafsiran ini dimungkinkan oleh karena jika seseorang melampaui batas, maka berubahlah hak yang dibolehkan itu menjadi haram. Demikian pula jika ia menggunakan haknya dengan salah, maka ketika itu juga taqarrubnya dengan Allah berubah menjadi haram dan ia akan mendapatkan siksa/hukuman dari Allah.
3.      Al-Qur’an dan Persamaan Derajat
            Persamaan yang dianjurkan oleh Al-Qur’an dan oleh Rasulullah dalah persamaan yang berdasarkan tabiat kemanusiaan, yaitu persamaan yang tidak membelenggu kemampuan kecerdasan, bakat dan kemampuan-kemampuan asli (fitriyah) serta perbedaan kemampuan umum dan khusus.
4.      Al-Qur’an dan Keadilan
            Adil adalah penghormatan kepada hak-hak manusia dan pemberian hak kepada yang berhak. Dalam surat Al-Maidah ayat 8 dan surat An-Nisa ayat 135 menunjukkan tentang larangan bersikap dhalim dalam bentuk permusuhan dengan suatu kaum atau bersikap membenci. Firman Allah di atas juga menunjukkan bahwa sesungguhnya keadilan yang bersifat mutlak adalah keadilan yang telah ditunjukkan Allah.
5.      Al-Qur’an dan Ajakan Beramal
            Al-Qur’an mengajak beramal/bekerja produktif bagi kepentingan hidup di dunia dan akhirat, serta mendorong untuk menguasai kekuatan industrial dan ekonomis melalui daya cipta dan daya pengembangan.
6.      Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan
            Ajakan Al-Qur’an kepada ilmu pengetahuan tidak hanya terbatas pada ilmu agama dan syariah saja, namun juga ilmu alam dan ilmu duniawi lainnya.[8]
D.    Materi Pendidikan Nabi: Akhlak Sebagai Inti Pendidikan Nabi
      Kata Akhlak (akhlaq) adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Abdul Hamid Yunus berpendapat bahwa akhlak adalah sifat-sifat manusia yang terdidik.
      Sehubungan dengan pendidikan akhlak, Nabi telah mengemukakannya dalam banyak hadis yang di antaranya dijelaskan bahwa beliau memiliki sifat yang baik dan memberikan penghargaan yang tinggi kepada orang yang berakhlak mulia. Itu berarti bahwa akhlak mulia dalah suatu hal yang perlu dimiliki oleh umatnya.
      Allah mengutus Nabi Muhammad untuk menyempurnakan akhlak manusia. Pendidikan akhlak mengutamakan nilai-nilai universal dan fitrah yang dapat diterima oleh semua pihak. Beberapa akhlak yang dicontohkan Nabi di antaranya adalah menyenangi kelembutan, kasih sayang, tidak kikir, dan beberapa akhlak lainnya.[9]
      Menurut Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, ada beberapa akhlak yang dianjurkan dan yang dilarang oleh Nabi. Akhlak yang dianjurkan Nabi untuk dilakukan antara lain:
1.      Adil yang mutlak, meskipun kepada keluarga atau diri sendiri.
2.      Berbuat baik dengan menolong dan membantu (akhlak sosial).
3.      Menepati janji, tepat pada waktunya.
4.      Pemaaf, yakni memberi maaf kepada orang yang berbuat salah.
5.      Takut kepada Allah semata dan tiada takut kepada berhala dan sebagainya.
6.      Syukur dan berterimakasih kepada Allah atas nikmatNya yang tidak terhingga, dan juga berterimakasih kepada sesama terutama kepada orang tua.
7.      Bersatu-padu menegakkan agama dan tidak berpecah-belah.
8.      Berbuat kebaikan kepada orang tua, serta mendo’akan semoga Allah memberikan rahmat kepada mereka.
9.      Memberi makan kepada keluarga, orang miskin, dan musafir.
10.  Hidup sederhana.
11.  Sabar dan tabah atas segala cobaan yang menimpa.
12.  Menyurung dengan yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar.
13.  Dan lain-lain.
      Adapun akhlak yang dilarang Nabi meliputi:
1.      Mempersekutukan Allah dengan berhala dan sebagainya.
2.      Membunuh anak sendiri dengan alasan apapun.
3.      Membunuh tanpa hak.
4.      Mengambil harta anak yatim, selain untuk keperluan anak tersebut.
5.      Berzina.
6.      Berkata kasar terhadap orang tua dan menghardiknya.
7.      Memubazirkan harta.
8.      Hidup berlebihan.
9.      Membicarakan sesuatu tanpa ilmu pengetahuan tentang hal itu.
10.  Berlaku sombong.
11.  Dan lain-lain.[10]
E.     Al-Qur’an Sebagai Kurikulum Pendidikan Nabi
      Secara etimologi kurikulum diambil dari bahasa yunani curere yang berati jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari mulai start sampai finish. Dalam bahasa arab kurikululum sering disebut dengan istilah al-manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui manusia dalam kehidupannya. Dari pengertian tersebut, jika kurikulum dikaitkan dengan pendidikan, maka menurut Muhaimin (2005:1) berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap, serta nilai-nilai.[11]
      Kurikulum merupakan salah satu komponen operasional pendidikan islam yang mengandung materi yang diajarkan secara sistematis dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pada hakikatnya antara materi dan kurikulum mengandung arti yang sama, yakni bahan-bahan pelajaran yang disajikan dalam proses kependidikan dalam sistem institusional pendidikan.
      Kurikulum pendidikan islam pada periode Rasulullah bauk di Makkah maupun Madinah adalah al-Qur’an yang Allah wahyukan sesuai kondisi dan situasi, kejadian dan peristiwa yang dialami umat islam saat itu. Karena itu dalam praktiknya tidak saja logis dan rasional tetapi secara fitrah dan pragmatis. Hasil dari cara yang demikian ini dapat dilihat dari sikap rohani dan mental para pengikutnya yang dipancarkan ke dalam sikap hidup yang bermental dan semangat yang tangguh, tabah, dan sabar tetapi aktif dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
      Rasulullah juga menyuruh para sahabat untuk mempelajari bahasa asing. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan islam bersifat universal, berlaku untuk semua umat di dunia, bukan hanya tertentu untuk masyarakat Makkah dan Madinah.
      Mahmud Yunus mengklasifikasikan materi pendidikan kepada dua macam, yaitu materi pendidikan yang diberikan di Makkah dan materi pendidikan yang diberikan di Madinah. Pada fase Makkah terdapat tiga macam intisari, meliputi Pendidikan keimanan, Pendidikan ibadah, dan Pendidikan akhlak. Adapun pendidikan islam yang diterapkan di Madinah meliputi Pendidikan keimanan, Pendidikan ibadah, Pendidikan akhlak, Pendidikan kesehatan jasmani, dan Pendidikan kemasyarakatan[12]


Penutup
            Dalam Islam Nabi Muhammad dikenal sebagai seorang pendidik yang agung dalam sejarah pendidikan islam. Beliau menggunakan berbagai macam metode yang sesuai dengan situasi dan kondisi umat islam saat itu.
            Selain sebagai wahyu yang beliau terima dari Allah, Nabi Muhammad juga menggunakan Al-Qur’an sebagai petunjuk dalam pengajaran baik dalam hal kurikulum maupun dalam hal materi. Hal ini menghasilkan peserta didik menjadi tangguh dan bermental bagus.
      Mahmud Yunus mengklasifikasikan materi pendidikan kepada dua macam, yaitu materi pendidikan yang diberikan di Makkah dan materi pendidikan yang diberikan di Madinah. Pada fase Makkah terdapat tiga macam intisari, meliputi:
1.      Pendidikan keimanan
2.      Pendidikan ibadah
3.      Pendidikan akhlak
      Adapun pendidikan islam yang diterapkan di Madinah meliputi:
1.      Pendidikan keimanan
2.      Pendidikan ibadah
3.      Pendidikan akhlak
4.      Pendidikan kesehatan jasmani
5.      Pendidikan kemasyarakatan










Daftar Pustaka
Al-Jumbulati, Ali dan Abdul Fatah At-Tuwaanisi. 2002. Perbandingan       Pendidikan Islam, (edisi terjemahan oleh M. Arifin). Jakarta: Rineka         Cipta.
Daulay, Haidar Putra dan Nurgaya Pasa. 2013. Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah : Kajian dari Zaman Pertumbuhan Sampai Kebangkitan. Jakarta, Kencana.
Gunawan, Heri. 2014. Pendidikan Islam: Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh.     Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mas’ud, Abdurrahman. 2006. Dari Haramain ke Nusantara : Jejak Intelektual       Arsitek Pesantren. Jakarta: Kencana.
Nizar, Samsul. 2009. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Pendidikan         Era Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta: Kencana.
Umar, Bukhari. 2014. Hadis Tarbawi: Pendidikan Dalam Perspektif Hadis.            Jakarta: Amzah.
Yunus, Mahmud. 1992. Sejarah Pendidikan Islam: Dari Zaman Nabi SAW,            Khalifah-Khalifah Rasyidin, Bani Umaiyah dan Abbasiyah Sampai Zaman           Mamluks dan Usmaniyah Turki. Jakarta: Hidakarya Agung.


[1]  Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah : Kajian dari Zaman Pertumbuhan Sampai Kebangkitan, (Jakarta, Kencana: 2013) hlm. 19
[2] Abdurrahman Mas’ud, Dari Haramain ke Nusantara : Jejak Intelektual Arsitek Pesantren (Jakarta: Kencana, 2006)
[3] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia (Jakarta: Kencana, 2009) hlm. 7
[4] Abdurrahman Mas’ud, Op. cit hlm. 45
[5] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam: Dari Zaman Nabi SAW, Khalifah-Khalifah Rasyidin, Bani Umaiyah dan Abbasiyah Sampai Zaman Mamluks dan Usmaniyah Turki (Jakarta: Hidakarya Agung, 1992)
[6] Samsul Nizar, Op. cit hlm. 7-9
[7] Samsul Nizar, Op. cit hlm. 16
[8] Ali Al-Jumbulati dan Abdul Fatah At-Tuwaanisi Perbandingan Pendidikan Islam, alih bahasa M. Arifin (Jakarta: Rineka Cipta, 2002) hlm. 47-55
[9] Bukhari Umar, Hadis Tarbawi: Pendidikan Dalam Perspektif Hadis (Jakarta: Amzah, 2014) hlm. 43-44
[10] Mahmud Yunus, Op. cit. hlm. 12-13
[11] Heri Gunawan, Pendidikan Islam: Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014)
[12] Samsul Nizar, Op. cit. hlm. 11-13

No comments:

Post a Comment