Aspek Metodologis Pendidikan Nabi


PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah.
Mengenal profesi Nabi Muhammad Saw. sebagai pendidik merupakan sebuah keniscayaan karena pendidikan yang di berikan oleh Nabi Saw. mengandung ruh dan semangat membangun arah yang lebih baik. Dalam pandangan Islam, posisi pendidik sangat penting. Tanpa keberadaan pendidik, proses pendidikan tidak berarti apa-apa. Karena itu, untuk mewujudkan pendidikan yang memiliki ruh (spirit) Islam, perlu melihat sisi kehidupan atau profil Nabi Muhammad saw sebagai pendidik, karena hakikat diutusnya Muhammad saw sebagai Rasulullah di muka bumi adalah sebagai uswatun khasanah (suri tauladan) dan rahmatan lil-‘alamin (rahmat bagi seluruh alam).
Artinya, seluruh aspek sunnah Nabi saw adalah panduan utama setelah AL-Qur’an dalam seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk aspek kehidupan manusia, termasuk aspek pendidikan. Keberadaanya pendidik tidak sesederhana demikian. Akan tetapi seorang pendidikan ideal adalah orang yang selalu merialisasikan fungsi, tugas dan kedudukanya sebagai murabbi, mu’allim, muaddib, muzakki, mudarris, mursyid, mufti dan ustadz.


A.    .Metode Pendidikan Nabi Di Bidang Akidah.
Pendidikan islam mulai di laksanakan Rasulullah setelah mendapat perintah dari Allah agar beliau menyeru kepada Allah, sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur’an, surat al-Mudatsir , 74 ayat 1-7. Menyeru berarti mengajak,mengajak berarti mendidik.[1]
Sebelum pendirian Masjid, rumah menjadi satu-satunya tempat bagi penyampaian ajaran Islam. Rumah al-Arqam pada masa permulaan Islam diputuskan menjadi pusat aktivitas bagi agama baru ini, dan disanalah Nabi menjelaskan doktrin-doktrin keimanan, dan beberapa orang menyatakan memeluk Islam.[2]
Ayat-ayat al-Qur’an yang mutasyabihat (yang belum jelas maksudnya) dapat mereka pahami melalui penjelasan Rasulullah Saw. Sistem pengajaran Islam semacam ini berlangsung terus sampai pada waktu Rasulullah memerintahkan para tawanan perang Badar untuk mengajarkan membaca dan menulis kepada sepuluh anak di Madinah. Maka sejak itu mulailah sistem mengajar membaca dan menulis mengikuti metode yang baru. Pada waktu itu membaca dan menulis dipandang sebagai alat yang wajib dimiliki untuk mempelajari al-Qur’an dalam bentuk menulis, menghafal dan membacanya secara benar.[3]
 Beberapa metode yang pernah dilakukan oleh Rasulullah dalam mengajarkan Akidah, antara lain :





1.      Metode Bertanya
Metode ini menggunakan cara bertanya atau metode tes dan melempar pertanyaan. Pertanyaan yang disampaikan Nabi tidak dimaksudkan untuk dijawab oleh orang yang ditanya, tetapi dijawab sendiri oleh Nabi. Pengajuan pertanyaan itu digunakan untuk merangsang rasa ingin tahu, menarik perhatian, dan memunculkan obsesi untuk segera mengetahui apa yang hendak disampaikannya kepada audiens. Metode ini dipakai oleh Nabi dalam rangka menguji kecerdasan dan wawasan pengetahuan sahabat beliau.[4]
2.      Metode Bercerita
Metode kisah oleh Nabi dijadikan sebagai medium untuk menjelaskan suatu masalah. Cerita-cerita yang disampaikan Nabi Saw. mempunyai berbagai tujuan dan berkaitan dengan bermacam-macam persoalan. Metode kisah termasuk cara yang paling efektif untuk mentransmisikan
pesan penguatan ideologi dan lebih dapat mengenai sasaran.
3.      Metode Dialog atau Menjawab Pertanyaan
Metode dialog biasanya dimulai dengan pertanyaan yang diajukan sahabat kepada Nabi untuk dijawabnya. Nabi Muhammad Saw. menggunakan metode ini untuk menyampaikan pesan keimanan secara langsung kepada para sahabat.
4.      Metode Nasehat
Nabi Muhammad Saw. dalam memberi nasihat kepada sahabat tentang keimanan juga sering menggunakan perumpamaan atau metafora. Nasihat yang mudah diterima adalah apabila nasihat itu bersifat logis dan disertai penjelasan yang meyakinkan dengan alasan dan argumen yang kuat.



B.     Metode Pendidikan Nabi di Bidang  Ibadah
Nabi mengajarkan sembahyang dan haji dengan cara memberi contoh dan memberi teladan. Berkata Nabi s.a.w : “Sembahyanglah kamu sebagaimana kamu melihatku mengerjakan sembahyang itu.”  Dan katanya lagi “ Ambillah dari padaku cara mengerjakan ibadat hajimu”.[5]
Pemilihan metode yang efektif dan efisien disamping harus mempertimbnagkan faktor materi pendidikan juga faktor tujuan. Metode yang digunakan untuk mengajarkan salat dan wudhu misalnya, berbeda dengan metode yang digunakan untuk mengajarkan materi zakat, disebabkan oleh perbedaan jenis materi dan tujuan yang ingin dicapai. Ketika tujuan pengajaran wudhu diarahkan kepada aspek psikomotorik, dalam pengertian bahwa keterampilan mengamalkan wudhu lebih ditekankan, maka metode yang tepat digunakan untuk pengajaran wudhu adalah metode contoh atau praktik.
Metode lain yang digunakan Muhammad saw dalam mengajarkan masalah ibadah adalah metode eksplanasi atau metode ceramah. Metode eksplanasi juga digunakan Rasul, ketika beliau harus menjelaskan secara rinci kepada orang yang telah dapat mengerjakan salat tetapi belum sesuai dengan ketentuan beliau. Nabi Saw.menegur dan meminta orang itu mengulangi salatnya disebabkan menurut Nabi salat yag dikerjakannya belum benar.
Nabi juga menggunakan metode perumpamaan (metafora) dalam mengerjakan zakat sebagaimana terlihat pada hadits yang menceritakan perumpamaan orang yang dermawan dan kikir. Metode imperative adalah bentuk lain dari variasi metode eksplanasi disamping metode kisah/cerita. Melalui metode perumpamaan Nabi saw. Berusaha memberikan stimulus kepada orang yag diajak bicara untuk memahami makna implisit dalam perumpamaan itu.
Metode dialog juga dilaksanakan oleh Nabi untuk mengajarkan tentang ibadah, metode dialog akan melahirkan sikap saling terbuka antara pendidik dan peserta didik. Dalam implementasinya, metode dialog dapat membuka ide-ide baru yang timbul dalam proses belajar mengajar.[6]
C.     Metode Pendidikan Nabi di Bidang Akhlak
Nabi diutus ke bumi oleh Allah salah satunya adalah untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlak manusia, seperti hadits yang di riwayatkan oleh Malik ibn Anas ra. Dalam al- Muwaththa’ yang berbunyi:
بُعِثْتُ لاءُ تَمِّمَ حُسْنَ اْلاءَخْلاَقِ.
Artinya:
Aku di utus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
Dan berikut beberapa metode pendidikan Nabi di bidang akhlak :
1.      Metode pengalihan.
Peristiwa kasat mata dan faktual yang terjadi, oleh Nabi Saw. Dijadikan sebagai sarana untuk menjelaskan sesuatu yang sifatnya abstrak, idealistis dan memiliki makna psikologis yang tinggi. Sesuatu yag bersifat inderawi oleh Nabi Saw. dialihkan kepada sesuatu yang spiritual.[7]
2.      Metode Kisah / cerita.
Cara Nabi mengajarkan akhlak ialah dengan membacakan ayat-ayat   al-Qur’an yang berisi kisah-kisah umat dahulu, supaya diambil pengajaran dan I’tibar dari kisah-kisah itu.[8]
3.      Metode Dialog.
Metode ini sama dengan apa yang dilakukan oleh Nabi dalam hal mengajarkan akidah, beliau menjawab pertanyaan-pertanyaan dari para sahabat yang diajukan kepadanya.
4.      Metode Nasihat.
Nasihat yang diberikan oleh Rasulullah dapat berupa teguran, seperti hadits Rasulullah : Umar bin Salmah ra. berkata : “Dahulu aku menjadi pembatu di rumah Rasulullah Saw., ketika makan biasanya  aku mengulurkan tanganku ke berbagai penjuru.
Melihat itu beliau berkata “Hei Ghulam, bacalah basmalah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah apa yang ada di dekatmu.”[9]
5.      Metode Media Peraga.
Pendidikan akhlak juga diajarkan Muhammad Saw. Denga menggunakan media peraga sebaimana lazimnya media yang digunakan seorang pendidik sekarang, meskipun dalam betuknya yang sangat sederhana.
6.      Metode Keteladanan.
Rasulullah Saw. dalam segala kata-kata yang diucapkannya, tingkah laku yang diperbuatnya, dan sikap yag diambilnya merupakan gambaran hidup. Ketika Aisyah ra.ditanya tentang akhlak Rasulullah beliau mengatakan akhlaknya adalah al-Qur’an.[10]

D.    Metode Pendidikan Nabi di Bidang Muamalah
Mu’amalah yang dimaksud pada pembahasan ini adalah tentang ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan perbuatan dan hubunagan manusia sesama manusia dalam urusan kebendaan serta cara-cara menyelesaikan persengketaan mereka. Metode yag digunakan Nabi Muhammad Saw. dalam pengajaran Muamalah tidak jauh berbeda dengan metode pengajaran lainnya..
Beliau menggunakan metode eksplanasi atau ceramah, yaitu menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan muamalah dan diselingi dengan kisah-kisah yang bersangkutan dengan permasalahan yang sedang di bahas. Nabi juga menggunakan metode melempar pertanyaan dan menjawab pertanyaan. Kemudian, ada juga pada situasi tertentu Beliau menggunakan metode nasihat dalam bentuk himbauan dan larangan.[11]





E.     Modelling Sebagai Inti Metode Pendidikan Nabi
         Metode pendidikan Nabi Saw. bersifat universal dalam pengertian bahwa pendidikan Nabi menekankan keseimbangan pengembangan unsur pikiran (aspek kognitif), hati / spiritualitas (aspek afektif) dan realisasi perbuatan secara konkret dari aktivitas psikologis manusia (aspek psikomotorik). Dalam keseluruan aspek kehidupanya, Muhammad dapat diyakini senantiasa mengedepankan keteladan sebelum dia sendiri menerjemahkan dalam ungkapan verbal. Bahasa tindakan jauh lebih efektif dampaknya daripada bahasa lisan .
         Metode keteladan Muhammad dalam mendidik umatnya seiring dengan perjalanan waktu setelah mengalami semacam metamorfosis dalam sejarah dan pemikiran pendidikan islam, kemudian mejadi salah satu dari prinsip metodologis yang dijadikan landasan psikologis pendidikan islam. Prinsip metodologis yang dimaksudkan ialah prinsip memberikan model perilaku yang baik.
         Dalam pendidikan , modeling merupakan metode yang paling efektif di antara metode-metode yang ada dalam membentuk perilaku moral, spiritual dan sosial anak didik. Seorang pendidik adalah figur panutan yang akan ditiru segala sepak terjangnya baik tutur kata maupun perbuatanya. Meskipun fitrah anak didik suci dalam arti jiwa anak memiliki potensi-potensi yang cenderung kepada perbuatan baik, ia tetap tidak akan mampu mewujudkan potensi-potensi kebaikan dan nilai-nilai moral dari seseorang yang di anggap sebagai model bagi dirinya.
         Keteladan Muhammad bukanlah keteladan yang absurd dan mustahil dicontoh oleh manusia pada umumnya. Keteladan Muhammad berada pada daya jangkau manusia menurut kadar intelektual dan kemampuan fisik serta psikis masing-masing individu. Bagaimana Muhammad berinteraksi dengan sang khaliq, dengan sesama manusia dan dengan lingkungannya,disana terdapat keteladanan yang dapat dijadikan sebagai inspirasi moral bagi seseorang untuk melakukan hal yang sama.



PENUTUP
          Pengajaran dalam agama Islam telah dimulai sejak diutusnya Nabi Muhammad di tengah-tengah masyarakat Arab pada saat itu. Materi yang pertama beliau ajarkan kepada masyarakat adalah tentang akidah atau tentang keimanan. Orang yang pertama-tama menerima ajakan Rasulullah adalah Istri Beliau Siti Khadijah.
          Selain mengajarkan tentang akidah, Nabi juga mengajarkan hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam lainnya, yaitu tentang Ibadah, Akhlak dan Muamalah. Dalam mengajarkan materi keagamaannya Nabi menggunakan beragam metode, antara lain adalah metode dialog, metode nasehat dan metode keteladanan.
          Metode yang disebutkan terakhir merupakan metode  paling inti yang diajarkan oleh Nabi, karena Nabi tidak hanya menasehati atau memberikan pengetahuan tentang agama akan tetapi beliau langsung mencontohkan bagaimana pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari.



DAFTAR PUSTAKA

Al-Jumbulati, Ali dan Abdul Futuh At-Tuwaanisi. 2002. Perbandingan Pendidikan Islam. Jakarta : Rineka Cipta.
Asrahah, Hanun. 1999. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Mas’ud, Abdurrahman. 2009. Dari Haramain ke Nusantara : Jejak Intelektual Arsitek pesantren. Jakarta : Kencana.
Nizar, Samsul. 2007. Sejarah Pendidikan Islam : Menelusuri Jejak Sejarah pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta : Prenada Media
Susanto. 2009. Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta : Amzah
Untung, Moh. Slamet. 2007. Menelusuri Metode Pendidikan ala Nabi. Semarang : Pustaka Rizki Putra
Yunus, Mahmud. 1992. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : PT. Hidakarya Agung



[1]Hanun Asrahah, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : PT Logos Wacana ilmu, 1999), hlm. 12.
[2] Abdurrahman Mas’ud, Dari Haramin ke Nusantara : jejak Intelektual Arsitek Pesantren, (jakarta : Kencana,2009),hlm.45.
[3] Ali Al-Jumbulati dan Abdul Fatah At-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, alih bahasa M. Arifin (Jakarta : Rineka Cipta, 2002),hlm.7.
[4]Moh. Slamet Untung, Menelusuri Metode Pendidikan ala Rasulullah (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2007), hlm.120-135
[5] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : PT Hidakarya Agung, 1992),hlm.28.
[6] Moh. Slamet Untung, op. cit., hlm.143-155
[7]Moh. Slamet Untung, op. cit., hlm.161.
[8]Mahmud Yunus, op. cit., hlm.29.
[9]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam : Menelusuri Jejak Sejarah pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia(Jakarta : Prenada Media, 2007), hlm.17.
[10]Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta : Amzah, 2009), hlm.26.
[11] Moh. Slamet Untung, op. cit., hlm.173-176.

No comments:

Post a Comment